Ahmaddahri.my.id - Tidakkah kita melihat betapa luasnya rahmat Tuhan? Langit yang berlapis tujuh, matahari sebagai sumber cahaya, dan bumi yang subur adalah bukti kasih-Nya kepada kita. QS. An-Nuh 14-16 mengingatkan kita bahwa manusia seharusnya tidak pernah berhenti bersyukur. Kita masih diberi kehidupan, kesehatan, dan solusi untuk setiap masalah yang kita hadapi.
Dalam hidup, kita boleh mengeluhkan apa saja kepada Tuhan. Bahkan, Dia lebih menyukai hamba-Nya yang selalu berdoa dan meminta hanya kepada-Nya. Namun, selain berdoa, kita juga perlu menyadari bahwa rahmat Tuhan memungkinkan kita untuk berbuat kebaikan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Pertanyaannya: apakah kita melakukannya dengan tulus?
Bekerja dengan Ketulusan vs. Ekspektasi
Tidak jarang, saat kita berbuat baik atau bekerja keras, muncul harapan untuk dihargai dan diakui. Namun, ketika ekspektasi itu tidak terpenuhi, rasa kecewa muncul. Sebagai contoh, bayangkan Anda seorang akuntan yang menyusun laporan keuangan dengan rapi dan profesional, berharap akan ada kenaikan gaji. Namun, gaji tetap sama seperti bulan sebelumnya.
Jika Anda berpikir pendek, mungkin Anda akan mulai malas-malasan, bekerja asal-asalan, atau sering absen. Tapi apakah tindakan itu mengubah kebijakan atasan Anda? Bisa jadi iya, tapi belum tentu sesuai dengan ekspektasi Anda. Yang lebih mungkin terjadi adalah reputasi Anda memburuk dan berujung kehilangan pekerjaan. Siapa yang rugi? Anda sendiri.
![]() |
Ilustrasi Bekerja dengan Cinta, Sumber (Freepik) |
Sebaliknya,
jika Anda bekerja dengan landasan rasa syukur, hasilnya akan berbeda. Anda akan
menyadari bahwa kemampuan yang dimiliki adalah anugerah dari Tuhan. Dengan
terus menjaga profesionalisme tanpa terjebak ekspektasi berlebihan, rezeki dan
penghargaan akan datang dengan sendirinya.
Mbah
Nun (Emha Ainun Nadjib) pernah berkata dalam suatu Maiyahan: "Bekerjalah
dengan cinta, bukan karena uang atau hal lainnya. Karena jika hanya bekerja
demi uang, ketika uang itu tak lagi ada, maka pekerjaan pun akan
terbengkalai."
Khusyu’,
Istiqamah, dan Tawakal dalam Bekerja
Dalam
Islam, ada konsep khusyu' (fokus dan penuh kesadaran) serta istiqamah
(konsistensi dalam kebaikan). Jika diterapkan dalam dunia kerja, hasilnya akan
luar biasa. Kita bekerja bukan hanya karena uang, tetapi karena mencintai
potensi yang Tuhan berikan. Maka, rezeki yang datang pun sering kali melebihi
ekspektasi kita.
Mengapa
bisa begitu? Karena ketika kita bersyukur atas kemampuan yang dimiliki, kita
akan terus mengasahnya dan bertahan dalam kondisi apa pun. Bentuk rasa syukur
ini adalah tetap bekerja dengan baik, tidak mudah menyerah, serta selalu
bertawakal kepada Tuhan.
Rasa
syukur kita atas kecerdasan yang diberikan oleh Tuhan, tetap kita syukuri dan
kembangkan. Bentuk rasa syukurnya adalah istiqamah dan khusyu’ dalam bekerja,
survive dalam kondisi apapun.
Benar
memang, seharunya kita tidak mudah menyerah, dengan menyadarkan apapun kondisi
kita kepada Tuhan, berarti kita tidak mengingkari bahwa potensi itu dari Tuhan.
Bentuknya
apa? Kita tetap melakukan pekerjaan kita atas potensi dan kesehatan yang masih
diberikan oleh Tuhan, terus menerus, gagal lalu bangkit lagi, begitu
seterusnya. Tanpa meninggalkan tawakkal kita kepada Tuhan.
Artinya,
Bahwa Tuhan selalu memberikan RahmatNya dalam kondisi apapun. Ketika kita mampu
menangkap itu dengan bentuk rasa syukur atas keadaan kita, maka Tuhan tidak
segan akan menambah kenikmatan itu. Bahkan lebih besar dari ekspektasi kita
yang pernah kita angankan sebelum menyandarkan semuanya kepada Tuhan.
Oleh
sebab itu, menyadari dan mensyukuri apa saja yang diberikan Tuhan itu memang
sulit. Namun kita juga perlu melatih diri, karena dengan melatih diri itulah
kita akan terbiasa.
Pepatah
jawa mengatakan bahwa trisno jalaran soko kulino. Cinta itu kadang muncul
karena keterbiasaan. Sehingga mencintai potensi yang kita miliki, itu juga
bagian dari rasa syukur. Dengan catatan kita selalu menyandarkannya kepada
Tuhan.
Kalau
mampu tidak sombong, kalau gagal tidak mudah menyerah. Maka, berserah diri dan
tawakal adalah kunci menjaga konsistensi dan stabilitas hati kita.
Saat
menghadapi tantangan, bukan berarti kita berhenti berusaha. Justru, dengan
tetap bekerja keras dan berserah diri kepada Tuhan, kita menunjukkan bahwa kita
tidak mengingkari potensi yang telah diberikan-Nya. Kita terus mencoba, bangkit
dari kegagalan, dan belajar dari pengalaman, tanpa kehilangan keyakinan bahwa
Tuhan selalu memberikan rahmat-Nya dalam segala kondisi.
Tuhan
menjanjikan dalam Al-Qur'an:
“Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu…” (QS. Ibrahim:
7).
Maka,
kunci stabilitas hati adalah berserah diri dan tawakal. Jika sukses, tidak
sombong. Jika gagal, tidak mudah menyerah.
Pendek
kata, Tuhan pasti mencukupi kebutuhan kita. Bekerjalah dengan cinta, karena
dengan itu kita tidak akan pernah merasa kecewa. Kita akan tetap profesional,
menikmati pekerjaan kita, dan merasakan ketenangan dalam setiap langkah yang
kita ambil. Dengan sikap ini, bukan hanya rezeki yang datang, tetapi juga
kebahagiaan sejati.[]
Bacaan
Tambahan
Emha Ainun Nadjib - Slilit Sang Kiai
Ibnu Atha'illah As-Sakandari - Al-Hikam
Rhenald Kasali - Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger?
QS. An-Nuh: 14-16 dan QS. Ibrahim: 7
0 Komentar