Klempoken Kedudukan

Sumber: Pinteres

Akhir-akhir ini kita kerap menemui pandangan yang mengedepankan “mungguhe aku” atau keakuan yang dikemas dalam bahasa dengan “kesan” sopan, alus, menep dan lain sebagainya. Bahkan dalam memutusi persoalan-persoalan apapun kerap menggunakan “kunci inggris” dan “balsem”. Ini problem sosial, yang pada dasarnya berakar dari oknum anti kritik, egois, dan merasa paling benar.

Pesan  waspada dari Tuhan yang kerap berkelindan adalah tentang tidak mencampur adukkan kebaikan dan keburukan, lalu menyembunyikan kebaikan sedangkan engkau tahu akan kebaikan itu. Artinya jangan sampai kebaikan itu diberi baju buruk hanya untuk menguatkan atensi kebaikan yang disandang, atau untuk melemahkan orang lain dengan mengumbar kejelakannya.

Problem semacama ini menjadi gulo kacang dewasa ini. Bahkan untuk melenggangkan kedudukan kerap membunuh karakter orang lain dianggap sebagai sego jangan pergerakan. Lantas bagaimana dengan prinsip persaudaraan yang diwariskan oleh Nabi Muhammad, bahwa setiap manusia hendkanya saling berjabat tangan dan melindungi dari marabahaya. Artinya kritikan dan masukan dari saudara yang lain juga menjadi salah satu bentuk perisai dari marabahaya yang akan menimpanya.

Sumbu kekuasaan dalam sebuah negara bahkan “organisasi” sekalipun adalah hukum, nomenklatur aturan, gagasan, tujuan serta evaluasi diri adalah bagian dari sumbu itu. Kita sebagai manusia memiliki daya dan upaya untuk bergerak membangun gerakan yang berasas pada prinsip kemanusiaan dan kebersamaan.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukan hanya bersifat dari atas ke bawah, melainkan kesadaran untuk saling mengingatkan baik dari bawah ke atas, ke samping, ke penjuru relung-relung jiwa harus adil. Yang salah harus salah, dan yang benar wajib juga dikatakan benar.

Persoalannya adalah ketika sudah klempoken, tidak sedikit orang yang terlalu banyak minum maka akan terasa penuh perutnya. Begitu juga dengan kedudukan. Oleh sebab itu, doa terbaiknya adalah semoga kita semua terhindar dari klempoken masal. 

Sehingga tidak selalu mental saat diberi masukan dan diingatkan, maunya disanjung, dibenarkan, dipuja-puja sampai jeduk langit. Memang apa-apa yang terlalu itu tidak enak, bahkan tidak bisa ditelan, balik menjadi muntahan-muntahan. 

Semoga kita semua dijauhkan dari klempoken-klempoken yang menyebabkan tidak adanya kewarasan dalam berpikir, mumet, gambang baper, dan lebih-lebih gampang gusar dengan apa yang orang lain lakukan.

Posting Komentar

0 Komentar