Belajar dan Diajari Langsung



Setiap langkah yang panjang pasti dimulai dengan satu langkah, begitu juga rangkaian dari apa saja yang kita kerjakan. Di antara niat dan proses mengawai untuk mengerjakan niat itu ada satu langkah yang dilakukan, yaitu “kehendak”. Manusia memilki hak untuk berkehendak dan melakukan kehendak itu. Karena memang demikian polanya, demikian juga prosesnya. Berkehendak atas ide dan aktualisasi idenya.

Kita telah kerap mendengar bahwa untuk mencapai tujuan perlu ada daya, upaya dan doa. Tiga hal ini seperti rentetan langkah yang diawali dari satu langkah untuk menuju seratus, seribu, bahkan semiliar langkah sekalipun. Sehingga kita tidak bisa meninggalkan peran sekecil apapun dalam mencapai tujuan. Seperti halnya peran semut saat turut serta memadamkan api yang membakar Ibrahim.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita hanya butuh untuk menyadari dan selalu belajar mengingat bahwa apa-apa yang tampak besar pasti karena ada hal yang kecil. Sehingga belajar untuk memahami makna sebuah perjalanan perlu memahami makna pemberhentian. Memahami makna berlari maka perlu memahami makna berjalan.

Karena setiap proses kesadaran memerluka kedalaman dan kepekaan, paling tidak kepada apa yang paling dekat dengan kita. Persoalannya adalah kepekaan itu tidak pernah diraih sedemikian rupa, atau kepekaan itu hanya untuk mereka yang memiliki olah rasa yang besar, sehingga allamal insaana ma lam ya’lam adalah dinamika batin manusia. Bahwa Tuhan, Semesta dan segala ciptaanNya menjadi media pengajaran bagi segenap manusia, dan syaratnya adalah kemauan untuk berpikir dan mengolah rasa, sehingga muncul kepekaan.

Yang terpenting adalah kemauan untuk menyadari, bahwa langkah kecil akan memberi pengaruh terhadap langkah yang besar hanya akan dipahami dan dimengerti setelah kita tidak terbelenggu oleh penyesalan dan angan-angan masa depan. Mengolahnya adalah dengan menyadari bahwa kita tidak sedang gede roso, tidak sedang gumedde atas keakuan. Bagaimana memahami seribu langkah, jika satu langkah saja terabaikan dari jiwa dan pikirannya?

Bagaimana kita memahami bahwa apa saja yang ada di depan mata adalah pembelajaran dariNya, kalau menyadari yang paling sederhana di dalam diri kita saja tidak pernah? Apa itu? Ialah hembusan nafas dan kedipan mata. Kalau itu bukan Allah yang menggerakkan maka tiada yang lain selainNya. Hal ini butuh kesadaran, butuh kepekaan.

Agar kepekaan itu terbentu, maka belajar tiada henti, membaca tiada batas, dan selalu merenungi bahawa tiada yang besar selain adanya yang kecil, dan tiada yang Panjang selain adanya yang pendek. Itulah pembelajaran yang harus selalu kita pelajari dan sadari bersama.[]

Posting Komentar

0 Komentar