Relasi sosial terbentuk karena prinsip saling membutuhkan satu dengan lainnya. Saling memberi, saling mendorong, bahkan saling mengumpat pada akhirnya. Pola kesalingan ini yang menjadi pilar besar komunikasi dan relasi sosial.
Harapan dari relasi sosial yang saling menguntungkan menjadi satu harapan besar bagi masing-masing personal. Bedanya ketika salah satu dirugikan. Respon yang muncul adalah abai dan bersitegang. Dua respon ini tentu menjadi bentuk pembenaran tentang stimulus respon. Sebab akibat.
Secara teori kita tahu, bahwa memberi sesuatu yang dibutuhkan orang lain tentu akan berimbas kesenangan bagi mereka. Sebaliknya, jika yang diberikan adalah komposisi kemurkaan, pasti murka juga yang diterima.
Peribahasa air susu dibalas air tuba memiliki kebenaran realita sosial yang kerap muncul. Usaha tak sebanding dengan hasilnya. Pun jadi contoh dari rangkaian realita.
Sayang kepalang sayang, saking baik hatinya kadang sudah tahu memberikan susu pasti dibalas tuba, tapi masih terus memberikan susu pada siapapun saja. Landasan semangatnya adalah berpikir baik pasti hasilnya baik. Semangatnya adalah kebaikan hatinya. Moralitasnya adalab moral excelent relationship.
Melihat fenomena air susu dibalas tuba tentu akan geram sendiri, apalagi menyangkut keluarga atau sanak sendiri. Bagaimana tidak, percaturan relasi internal kita kerap terguncang rasa persaudaraan, rasa memiliki, toh sejatinya kemanusiaan kan ya kesalingan itu. Apalagi setiap manusia pasti butuh manusia yang lain.
Artinya, pola relasi sosial itu pasti berdampak. Untuk mengatur dampak itu perlu kesadaran dan keluasan hati. Agar memandang respon yang diterima dari relasi sosial itu dapat dimaknai sebagai proses perjalanan, proses yang harus diterima untuk dilalui, bukan menolaknya, melainkan memaknainya dan mengambil sikap refleksi atas akibat relasi sosial tersebut.
Akhirnya saya teringat satu lirik lagu dsri Letto yang mana "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya".
0 Komentar