Manusia selalu terikat oleh kepastian dan ketidakpastian. Di antara ego dan kesadaran yang berkelindan di semak-semak pemikirannya. Ada yang menyatakan bahwa hidup itu pasti, begitu juga dengan kematian.
Orang lalu lalang mencari penghidupan. Menclok sana, menclok sini. Kebisaan setiap orang memang beda-beda. Itulah kepastian. Sedangkan takaran apa yang didapat juga berbeda. Tapi itulah kepastian.
Menyadari kepastian selalu denga hasil akhir, espektasi yang sejalan dengan kenyataan, keinginan yang tercapai, pokok yang enak-enak dan indah-indah selalu dicetak tebal sebagai kepastian. Sedangkan yang tidak terealisasi dianggap ketidakpastian.
Sumber: Pixabay |
Khawatirnya kita terjebak dalam persepsi, bahwa kita bisa memastikan apapun. Prediksi dianggap pasti, yang jelas dianggap abu-abu. Bahkan jauh dari konsep penting sama sekali.
Orang berlomba-lomba meraih jabatan, dengan koneksi yang luas dan modalitas tinggi dianggap "pasti" tercapai. Sehingga memanipulasi gerak hakiki yang - olehNya sudah dijatah sesuai takaran dan kemampuan.
Mbok ya sekedarnya memenuhi kebutuhan. Ayam saja, mencari makan secukupnya, waktunya tidur ya kembali ke kandang. Lho kita ini manusia punya kelebihan ketimbang makhluk lain, kok ya cari makan sampai-sampai ndak tidur. Bukankah itu membuat pemberian Tuhan menjadi anggapan ketidakpastian?
Pasti dan tidak pasti ujungnya ada pada kesadaran. Manusia dilengkapi pemikiran dan kreativitas agar tidak stagnan. Mampu mengolah rasa dan jiwanya agar lebih dekat pada kesadaran, agar mengenal mana kepastian dan ketidakpastiannya.[]
0 Komentar